Sumatera sedang menangis. Data terbaru per Desember 2025 menunjukkan angka yang mengerikan: 441 orang tewas, 406 orang hilang, dan jutaan lainnya terdampak. Namun, di tengah kehancuran infrastruktur dan jeritan korban yang kelaparan, sebuah perdebatan birokrasi justru menghambat bantuan maksimal.
Hingga kini, status "Bencana Nasional" belum juga ditetapkan oleh pemerintah pusat. Mengapa status ini begitu penting, dan benarkah narasi yang beredar bahwa status ini hanya boleh ditetapkan jika pemerintah daerah "lumpuh"? Mari kita bedah berdasarkan fakta hukum dan kemanusiaan.
Krisis Kemanusiaan di Depan Mata
Skala kerusakan di Sumatera sudah tidak bisa dipandang sebelah mata. Jalan-jalan utama terputus, isolasi wilayah terjadi di mana-mana, dan pasokan makanan menipis drastis. Ribuan pengungsi kini berhadapan dengan ancaman baru: kelaparan, kedinginan, dan wabah penyakit.
Ini bukan lagi sekadar banjir tahunan biasa. Dengan ratusan nyawa melayang dan infrastruktur lumpuh, ambang batas "aman" sudah lama terlewati. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang membutuhkan respons luar biasa.
Mematahkan Mitos "Ketidakmampuan Pemda"
Beredar narasi—yang sering didengungkan oleh pendengung (buzzer) di media sosial—bahwa status Bencana Nasional hanya bisa diambil jika Pemerintah Daerah (Pemda) sudah angkat tangan atau tidak mampu lagi bekerja. Narasi ini keliru dan menyesatkan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, khususnya Pasal 51 ayat 1 dan 2, penetapan status darurat bencana didasarkan pada skala bencana, bukan semata-mata pada runtuhnya birokrasi lokal.
Indikator skala bencana meliputi:
Jumlah korban jiwa.
Kerugian harta benda.
Luas wilayah yang terdampak.
Dampak sosial ekonomi yang luas.
Melihat data di Sumatera, seluruh indikator skala tersebut telah terpenuhi. Menunggu Pemda "lumpuh" total sebelum menetapkan status nasional adalah logika yang mempertaruhkan nyawa rakyat.
Kunci APBN untuk Penyelamatan
Mengapa aktivis dan masyarakat sipil, termasuk kreator konten seperti Oposipit, mendesak status ini? Jawabannya ada pada anggaran.
Ketika status Bencana Nasional ditetapkan, pintu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbuka lebar untuk penanggulangan bencana. Dana segar dari pusat bisa langsung dikucurkan tanpa birokrasi yang berbelit.
Artinya:
Bantuan logistik (makanan, obat-obatan) bisa masuk lebih cepat dan masif.
Alat berat untuk evakuasi dan perbaikan jalan bisa dikerahkan secara nasional.
Korban jiwa lanjutan akibat keterlambatan penanganan bisa diminimalisir.
Panggilan untuk Kemanusiaan
Tragedi di Sumatera bukanlah isu politik, ras, ataupun agama. Ini adalah murni masalah kemanusiaan. Menunda penetapan status nasional sama dengan membiarkan saudara-saudara kita di Sumatera berjuang sendirian dengan sumber daya yang terbatas.
Sudah saatnya kita mendobrak pola pikir sempit dan mendesak pemerintah untuk melihat realitas di lapangan. Skala kehancuran ini menuntut kehadiran negara secara penuh, bukan setengah-setengah.
#PrayForSumatera #BencanaNasional #Kemanusiaan

0 Komentar