Beberapa tahun belakangan, platform no-code menjanjikan revolusi dalam pengembangan perangkat lunak, memungkinkan siapa saja untuk membuat aplikasi tanpa perlu menguasai baris kode. Namun, dengan munculnya AI generatif (GenAI), muncul pertanyaan: apakah no-code masih relevan? Apakah kita sedang menuju era di mana AI mengambil alih semua aspek pengembangan, bahkan yang visual sekalipun?
Artikel terbaru dari The New Stack membahas perdebatan sengit di kalangan ahli industri tentang masa depan no-code di era AI. Beberapa berpendapat bahwa GenAI adalah ancaman bagi platform no-code, karena memungkinkan pengguna non-teknis untuk membangun aplikasi hanya dengan perintah bahasa alami. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang "utang teknis" yang besar—kode yang dihasilkan AI mungkin tidak optimal, sulit dipelihara, dan sulit diubah di kemudian hari.
Perusahaan seperti Bubble menyadari risiko ini dan berupaya untuk menggabungkan AI dengan pendekatan no-code yang lebih terstruktur. Tujuan mereka adalah untuk memberikan kekuatan AI sambil tetap mempertahankan transparansi dan kontrol atas proses pengembangan aplikasi. Dengan kata lain, mereka ingin menciptakan "AI yang bertanggung jawab" yang tidak hanya menghasilkan kode, tetapi juga memastikan kode tersebut berkualitas tinggi dan mudah dikelola.
Di sisi lain, Replit berpendapat bahwa agen AI akan sepenuhnya menggantikan kebutuhan akan no-code dan low-code. Menurut mereka, AI akan mampu menangani semua implementasi teknis secara otomatis, sehingga developer dapat fokus pada aspek kreatif dan strategis dari pengembangan aplikasi.
Mendix bahkan lebih tegas, menyatakan bahwa no-code tradisional akan "mati" karena GenAI menghasilkan kode yang "tidak siap produksi" dan sulit dipelihara dalam jangka panjang.
Namun, tidak semua orang setuju dengan pandangan ini. Creatio, misalnya, melihat AI sebagai bentuk no-code yang menyempurnakan pengembangan visual, bukan menggantikannya. Mereka percaya bahwa AI dapat membantu developer mempercepat proses pengembangan dan membuat aplikasi yang lebih cerdas dan responsif.
OutSystems mengambil pendekatan yang lebih pragmatis, mengembangkan model orkestrasi agen AI untuk mengatasi ketidaksempurnaan agen individu. Mereka bertujuan untuk membangun antarmuka yang mudah digunakan secara visual yang memungkinkan developer untuk mengintegrasikan dan mengelola berbagai agen AI dalam proses pengembangan aplikasi.
Microsoft juga berfokus pada platform yang mendukung tim pengembangan gabungan, di mana agen AI berfungsi sebagai analis kebutuhan, analis proses, dan pemodel data. Dengan kata lain, mereka melihat AI sebagai alat bantu yang berharga bagi developer, bukan sebagai pengganti mereka.
Kesimpulan
Masa depan pengembangan perangkat lunak di era AI masih belum jelas. Apakah no-code akan bertahan? Apakah AI akan mengambil alih segalanya? Jawabannya mungkin terletak di tengah-tengah. Kemungkinan besar, kita akan melihat perpaduan antara pendekatan no-code dan kemampuan AI generatif, di mana developer menggunakan AI sebagai alat untuk mempercepat pengembangan, tetapi tetap mempertahankan kendali atas kualitas dan keberlanjutan kode.
Yang pasti, developer masa depan perlu mengembangkan keterampilan baru untuk berhasil di era ini. Mereka perlu memahami bagaimana cara menggunakan AI secara efektif, bagaimana cara mengelola utang teknis yang dihasilkan oleh AI, dan bagaimana cara berkolaborasi dengan agen AI dalam proses pengembangan aplikasi.
Artikel Terkait:
- Bagaimana cara mengelola dan mengurangi utang teknis yang dihasilkan oleh aplikasi yang dibuat dengan GenAI?
- Apa saja keterampilan baru yang dibutuhkan oleh developer di era pengembangan perangkat lunak yang didukung AI?
- Bagaimana perusahaan dapat memastikan tata kelola dan keamanan aplikasi yang dibuat dengan alat pengembangan berbasis AI?
0 Komentar